Pohon kayu itu tumbuh di hutan rakyat dan terjaga dengan baik oleh masyarakat sebagai bentuk kearifan lokal dari masyarakat setempat, sehingga pohon kayu itu terjaga dengan baik sampai besar. "Kalau di hutan lindung ditemukan pohon kayu besar itu hal biasa, namun tumbuh di hutan rakyat merupakan hal yang luar biasa," kata Ade Putra.
Wali Nagari Koto Malintang Naziruddin mengatakan pohon kayu itu pertama kali ditemukan pada 2013 setelah dirinya dilantik menjadi wali nagari atau kepala desa adat setempat. Saat itu, pihaknya beserta perangkat nagari mencoba mencari potensi yang ada di hutan rakyat di daerah itu dan ditemukan enam pohon kayu berukuran besar.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
Namun paling besar ada satu pohon dan selebihnya hanya berdiameter dua sampai tiga meter. "Pertama kali ditemukan, di lokasi banyak tumbuh pohon kayu dengan ukuran kecil, sehingga pihaknya terkejut melihat pohon kayu berukuran besar. Pohon berukuran besar berjarak sekitar 200 meter antar pohon ke pohon lain," katanya.
Keberadaan kayu besar itu menghasilkan air bersih bagi lima jorong di Nagari Koto Malintang dan sumber air ke Danau Maninjau. Saat ini hutan rakyat di Nagari Koto Malintang memiliki luas sekitar 1.800 hektare.
Di lokasi hutan rakyat, juga terdapat ratusan pohon durian, surian dan lainnya dengan kondisi terjaga dengan baik. Bahkan juga pernah tumbuh bunga bangkai jenis Amorphophallus gigas setinggi 4,13 meter atau tertinggi di Indonesia. Namun bunga bangkai itu gagal mekar sempurna akibat curah hujan cukup tinggi melanda daerah itu pada November 2021.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
"Bunga gagal mekar dan menjadi layu. Lokasi bunga itu hanya berjarak sekitar 100 meter dari kayu besar," tambahnya.
Kawasan Ekosistem Esensial
BKSDA Sumatera Barat bakal mengusulkan kebun durian dan kayu besar medang (Litsea Sp) itu sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.