Ketika pandemi COVID-19 , jumlah kunjungan pada 2021 hanya 4,7 juta orang. Artinya, jika wisatawan rata-rata menghabiskan uang di Sumbar sekitar Rp1,3 juta per orang, maka potensi uang beredar berkurang sekitar Rp4 triliun.
Melalui komunikasi dan diskusi dengan banyak pihak, terutama Bank Indonesia, kemudian terbersit ide untuk merancang sebuah gerakan, sebuah program untuk meningkatkan kembali jumlah kunjungan wisatawan ke Sumbar, setidaknya sama dengan sebelum pandemi COVID-19.
Baca Juga:
Mendagri Tito Karnavian: Pengendalian Inflasi Daerah Prioritas untuk Stabilkan Harga dan Ekonomi
Ide itu muncul setelah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai dilonggarkan. Hal itu dipandang sebagai peluang.
Dengan pelonggaran PPKM, berarti masyarakat sudah bisa berwisata. Sekian lama terkungkung PPKM, keinginan untuk berwisata bisa lebih tinggi. Apalagi, hingga akhir 2022, belum ada daerah di Indonesia yang secara spesifik membuat gerakan atau program khusus untuk meningkatkan kunjungan pariwisata.
Maka selanjutnya dirancang VBWS 2023 dengan melibatkan 19 kabupaten dan kota di Sumbar. Destinasi wisata dibenahi terutama kebersihan dan pelayanan yang mutlak dibutuhkan, kegiatan seni dan budaya digagas dan dimasukkan dalam agenda wisata yang bisa diakses secara luas, dan promosi pun digalakkan.
Baca Juga:
PT Garam Jajaki Pasaman Barat dan Pesisir Selatan Sebagai Sentra Produksi Nasional
Audy menyebut target VBWS 2023 tidak muluk-muluk, hanya 8,2 juta kunjungan wisatawan. Angka itu sama dengan tahun 2019 sebelum pandemi COVID-19 melanda.
Data Dinas Pariwisata Sumbar, tahun 2021 dan 2022 adalah masa paling suram untuk sektor pariwisata di daerah itu.
Pada tahun itulah jumlah kunjungan wisatawan di Sumbar anjlok drastis. Pada 2019 jumlah kunjungan wisatawan ke daerah itu sekitar 8,16 juta orang. Jumlah itu menurun tipis pada 2020 dengan jumlah kunjungan sekitar 8,04 juta orang.