Sumbar.WahanaNews.co, Bukittinggi - Tokoh adat bersama pemerintah daerah Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam Sumatera Barat, memanfaatkan momentum Idul Fitri dengan kegiatan penguatan Adat Minangkabau, serta menyatukan komitmen untuk meminimalisir beragam penyakit masyarakat.
"Agenda ini dimulai sejak 2023 dengan pertemuan rutin sekali tiga bulan dan saat ini bertepatan dengan momen Lebaran. Berawal dari keresahan bersama atas problematika penyakit masyarakat untuk bisa dijauhkan dari anak kemenakan kami di kampung ini khususnya," kata Ketua Forum Penguatan Adat Minangkabau, Irvan Darwin, Senin (15/4/2024).
Baca Juga:
Pembinaan Koperasi oleh Pemkab Agam Sumatera Barat: Dorong Aktivitas Usaha dan RAT Rutin
Walinagari (Kepala Desa) di Kecamatan daerah yang berada di ketinggian Ngarai Sianok itu berkumpul bersama puluhan Ninik Mamak (Kepala Adat) di Gaduang Bicaro (Gedung Bicara) Kantor Kerapatan Adat Nagari (desa) Sianok Anam Suku.
Turut hadir dalam acara tersebut, Subhan selaku Camat IV Koto, Erick selaku Wali Nagari Sianok Erick, Asril Datuk Bunsu dan Farid Fauzi serta Datuk Mangkuto Bunsu dari Kantor Kerapatan Adat, Dediy Datuk Pangulu Nan Tinggi selaku Ketua Kakansas Jakarta dan tokoh lainnya.
Irvan mengatakan secara umum penyakit masyarakat dan permasalahan adat harus melibatkan tiga unsur yaitu Ninik Mamak dengan anak kemenakan, pemerintah dengan rakyatnya dan alim ulama dengan jamaahnya.
Baca Juga:
Bawaslu Kabupaten Agam Luncurkan Kampung Pengawasan untuk Tingkatkan Partisipasi Masyarakat Pilkada 2024
"Paling tidak ada lima poin yang dibahas, yang pertama adalah masalah penyakit masyarakat termasuk narkoba, pagang gadai yang tidak sesuai ketentuan, harta pusaka serta masalah LGBT yang meresahkan," kata Irvan.
Ketua Kerapatan Adat Nagari, Asril Datuk Bunsu menegaskan penguatan adat wajib dilakukan yang diawali dari internal pemangku adat, pemerintah dan tokoh masyarakat agar mampu mensosialisasikan kewaspadaan dan antisipasi penyakit masyarakat yang terjadi ke seluruh warga.
"Termasuk juga harta pusaka yang tidak bisa seenaknya dijual, itu ibarat harta wakaf dan jelas pewarisnya agar amanah dari nenek moyang terdahulu Minangkabau menjadi sia-sia," katanya.