"Indonesia adalah negara dengan 17 ribu pulau, kita mengelola 5.200 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Energi fosil ini sebagian besar adalah energi impor dan harganya sangat mahal, 1 kilowatt hour (kWh) kira-kira 28 sampai 32 sen. Bagaimana kita bisa beralih dari energi impor ke energi dalam negeri? Kita bisa beralih dari energi fosil ke energi terbarukan (EBT)," kata Darmawan.
Ia merinci pada 2022, konsumsi bahan bakar solar PLTD PLN mencapai 2,9 miliar liter atau setara 5,6 persen dari seluruh kebutuhan bahan bakar dengan biaya total sebesar Rp39,3 triliun.
Baca Juga:
Maraknya Penyalahgunaan Arus untuk 'Strum' Manusia, ALPERKLINAS Desak PLN Perketat Pengawasan
"Melalui strategi dedieselisasi, kapasitas pembangkit diesel milik PLN sebesar 1,6 GW mampu dikurangi konsumsi solarnya sebesar 1,2 miliar liter per tahun dan kami bisa menghemat Rp 8,4 triliun per tahun," tuturnya.
Untuk memuluskan peta jalan transisi energi di Tanah Air, lanjut Darmawan, PLN telah menyiapkan ARED yang dibekali dengan smartgrid dan green enabling transmission line yang mampu menyalurkan potensi EBT di lokasi terpencil ke episentrum kebutuhan di perkotaan.
"Bagaimana kita bisa menurunkan biaya dari energi mahal menjadi energi terjangkau. Itu sebabnya kami merancang dan membangun apa yang kami sebut sebagai energi terbarukan dari tenaga surya (bagian ARED) yang bisa beroperasi selama 24 jam nonstop dengan dukungan battery energy storage system (BESS)," ungkap Darmawan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Soroti Ancaman 'Power Wheeling' dalam RUU EBET Prolegnas 2025
Dengan penambahan BESS, maka PLTS mampu menyimpan energi listrik pada saat matahari bersinar dan digunakan pada malam hari.
"Dulu kalau bicara energi murah itu kotor, namun saat ini karena inovasi pada EBT, harga energi dan penyimpanannya turun satu per satu dari tahun ke tahun," ucap Darmawan.
Sementara, Vice President for Africa at the GEAPP Joseph Nganga mengatakan seluruh aliansi yang tergabung dalam GEAPP dan Bank Dunia bekerja keras untuk terus mendorong transisi energi.