WahanaNews-Sumbar | Kamis (10/2/2022), Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek RI, Ahmad Mahendra, menerangkan bahwa selama ini budaya matrilineal masyarakat suku Minangkabau, Sumatera Barat, mempunyai corak dan perspektif sejarah.
Ahmad Mahendra mengatakan Kemendikbudristek berupaya memperkenalkan budaya ini ke level internasional.
Baca Juga:
IWGFF Dorong Kolaborasi Masyarakat Sipil dalam Melawan Kejahatan Keuangan Hijau
"Harapannya dengan digalinya potensi budaya matrilineal, tak hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia saja, tetapi juga dunia. Selain itu lebih besarnya lagi, makin memperkuat obyek pemajuan kebudayaan sebagai identitas dan karakter bangsa,” kata Ahmad Mahendra.
Hal ini diungkapkan Mahendra dalam FGD Festival Matrilineal bersama Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat dan tokoh-tokoh budaya.
Menurut Mahendra, budaya sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau memiliki ciri khas tertentu sebab dipraktikkan terbesar oleh masyarakat Sumatera Barat serta mengandung karakteristik sejarah.
Baca Juga:
Kementan Dorong Optimasi Ratusan Hektar Lahan Baru di Sumsel
"Dengan memajukan sekaligus mengembangkan budaya matrilineal suku Minangkabau ini, maka bagaimana konsep, fungsi, maknanya akan dapat dipahami secara luas," katanya.
Bagi Mahendra, sistem kekerabatan matrilineal yang diterapkan oleh suku Minangkabau menentukan perubahan nilai yang tidak biasa.
Contohnya dalam hal tata cara perkawinan, pola adat istiadat hingga tradisi kesenian.
Sedangkan, Kepala BPNB Sumatera Barat, Undri, menuturkan, promosi kearifan lokal yang dimiliki suku Minangkabau menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah di tingkat pusat dan pelaku budaya dengan koordinasi ke pusat.
“BPNB sejak tahun 2019 telah menghadirkan gedung pusat data dan informasi matrilineal, yang terdiri dari ruang pameran, studio, perpustakaan serta ruang baca. Dengan demikian, masyarakat yang merasa membutuhkan berbagai pengetahuan sistem matrilineal dapat mengaksesnya,” ucap Undri.
Kegiatan FGD Festival Matrilineal 2022 turut dihadiri kalangan akademisi, praktisi, pemerhati budaya, yang sekaligus menjadi narasumber.
Mereka adalah Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, Nursyirwan Efendi; Ketua Bundo Kanduang, Raudha Thaib; Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu politik (FISIP) Universitas Andalas, Zainal Arifin; serta Dosen FIB Universitas Andalas, Nopriyasman. [kaf]