WahanaNews.co | Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus korupsi yang dilakukan KPK terhadap pejabat negara merupakan hal yang sudah tidak asing lagi. Sudah hampir bisa dipastikan pejabat yang tertangkap tangan KPK terbukti bersalah karena kuatnya bukti.
Nama Harun Al Rasyid sempat mencuat pada tahun 2018 karena tim yang dipimpinnya memecahkan rekor OTT sepanjang KPK berdiri. Ia bahkan kemudian sempat dijuluki Raja OTT.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
Novel Baswedan mengaku juga pernah bekerja bersama Harun Al Rasyid melakukan OTT pada seorang pejabat tinggi negara. Ia tidak menyebutkan siapa pejabat yang dimaksud dan kapan OTT itu terjadi. Namun, Novel Baswedan mengaku masih ingat momen sebelum OTT tersebut.
"Pengalaman saya dengan Cak Harun itu di lapangan banyak sebenarnya, kalau cerita semua banyak yang serem juga sebenarnya," kata Novel dikutip dari kanal YouTube-nya, Sabtu (8/1).
"Saya pernah mau melakukan penangkapan pejabat tinggi yang karena tinggi kedudukannya kekuasaannya yang cukup kuat kita hati-hati," sambung dia.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Karena pejabat itu kedudukannya cukup tinggi dan berkuasa, tim sangat berhati-hati dalam mengintai target.
"Kalau itu pejabat yang levelnya tinggi dan punya kekuatan power yang cukup kuat untuk menyerang balik KPK, itu problemnya dahsyat," ujar Novel.
Ketika itu, Tim KPK yang terdiri dari Novel Baswedan, Harun Al Rasyid, dan satu orang lain bernama Miftach sudah berhari-hari mengintai rumah pejabat tersebut. Mereka bahkan tidak pulang selama pengintaian itu.
"Waktu itu saya nunggu di depan rumah, bertiga di dalam mobil sama Ustaz Harun," ucap Novel.
Pada satu hari, indikasi akan adanya transaksi suap pun datang. Ada seseorang yang diduga membawa uang datang ke rumah pejabat tersebut.
Namun sebelum pembawa uang itu datang, Harun Al Rasyid mengajak Novel dan Miftach untuk berdoa. Novel mengaku sempat bingung lantaran sang pembawa uang sudah tiba, sementara doa belum selesai.
"Saya bingung waktu itu, kok diajak berdoa. Orang yang akan memberi nih sudah nyampe di depan rumah, doa belum selesai. Saya bingung 'wah ini Pak Kiai kapan selesainya ini'. Cuma saya enggak berani nanya, saya mengaminkan (doa)," papar Novel yang disambut senyum Harun.
"Soalnya saya berkali-kali melakukan penangkapan enggak pernah Kiai Harun berdoa dengan sungguh-sungguh seperti itu. Bahkan orang yang mau memberi sudah nyampe, sudah masuk gerbang, petugasnya sudah mau nutup gerbang, kalau gerbang ditutup kita tidak bisa masuk lagi. Kalau terlambat, hilang kesempatan kita ini," sambung Novel.
"Saya inget ini, meski enggak disebut kasusnya, saya inget. Karena itu jadi trademark, satu-satunya, kalau bisa dilihat ada di KPK ada filmnya, proses penangkapan OTT tapi kok ada orang seperti orang selametan atau yasinan," jawab Harun.
Harun kemudian bercerita soal doa tersebut. Hal itu tak terlepas dari kekhawatiran soal OTT.
Ketiga petugas KPK itu mengintai rumah pejabat selama berhari-hari. Pergi ke toilet pun bergantian. Dalam satu kesempatan sebelum penangkapan, Novel Baswedan turun untuk ke toilet.
Pada saat itu, Miftach bercerita ke Harun bahwa tangan Novel Baswedan berasa dingin. Menurut Miftach, Novel mengaku khawatir karena yang akan ditangkap ialah pejabat negara yang levelnya tinggi. Sehingga, Miftach memberi tahu Harun soal kekhawatiran Novel tersebut.
"Saya bilang ke Mas Miftach, 'Mas Novel kan jagoan juga, kalau yang jagoan kemudian tangannya dingin, takut, khawatir, gimana'. Ya aku juga takut, saya bilang" ujar Harun.
Harun kemudian ingat perkataan Kiai yang pernah mengajarkannya untuk membaca doa bila sedang merasa khawatir atau takut.
"Doa ini cukup bagus, saya amalkan sejak masih SD, Doa itu namanya Doa Nurbuat," ujar Harun.
Ketika Novel kembali ke mobil, Harun kemudian memimpin doa tersebut. Ketika doa masih dibacakan, datang orang yang diduga akan mengantarkan uang suap kepada pejabat yang sedang diintai.
Harun mengakui Doa Nurbuat tersebut memang cukup panjang. Sementara pembawa uang sudah datang dan doa belum selesai.
"Doanya masih separuh, si pembawa uang itu dateng, ini gimana caranya, saya takut kalau doanya dibaca separuh, nanti manjurnya cuma separuh, jadi harus saya selesaikan dengan cara yang cepat," ungkap Harun.
"Saya lihat Mas Novel sudah enggak sabar, (bilang) 'Cak, orangnya sudah datang'. Iya saya tahu orangnya sudah datang, mobilnya kan keliatan," sambung Harun.
Akhirnya doa cepat diselesaikan dan penangkapan pun dilakukan. Novel Baswedan mengakui bahwa kasus itu merupakan salah satu kasus terbesar yang pernah ditangani KPK.
"Itu kasus kasus besar sekali, dan kasus itu berdampak yang luar biasa terhadap demokrasi di indonesia, karena kalau kasus seserius itu tidak diungkap maka kita mengalami kemunduran yang banyak, tapi alhamdulilah kita bisa dapat," pungkas Novel.
Novel Baswedan ialah mantan penyidik KPK, sementara Harun Al Rasyid ialah eks penyelidik KPK. Keduanya termasuk dalam 57 pegawai KPK yang dipecat Firli Bahuri dkk karena TWK. Saat ini, keduanya masuk dalam 44 eks pegawai KPK yang menerima menjadi ASN Polri.
[kaf]