Sumbar.WahanaNews.co, Padang - Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat (Sumbar) memastikan akan mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Tipikor Padang terkait kasus korupsi pengadaan sapi bunting tahun anggaran 2021, yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp35 miliar.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumbar Asnawi dalam keterangan pers di Padang, Rabu (6/3/2024) mengatakan sikap untuk mengajukan banding itu diambil setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempelajari putusan pengadilan yang dibacakan pada Selasa (5/3/2024).
Baca Juga:
Jaksa Tuntut Lepas Guru Supriyani dari Seluruh Dakwaan Kasus Kekerasan Anak
"Pada prinsipnya kami menghormati putusan pengadilan, namun JPU mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi karena menilai putusan tidak sesuai," kata Asnawi yang didampingi oleh Asisten Pidana Khusus Hadiman, Kasi Penyidikan Sumriadi, serta Jaksa yang menangani perkara.
Ia mengatakan dalam putusan itu Pengadilan memang menyatakan keenam terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dan melakukan perbuatan melawan hukum.
Hanya saja hukuman yang dijatuhkan kepada para terdakwa dinilai tidak sesuai dengan tuntutan dari JPU Kejati Sumbar sebelumnya, dan ada bagian dari pokok perkara yang tidak turut dipertimbangkan oleh majelis hakim.
Baca Juga:
Jessica Wongso Disebut Jaksa Manfaatkan Film Dokumenter Tarik Simpati Publik
Dalam perkara itu keenam terdakwa dijatuhkan hukuman oleh Pengadilan dengan hukuman penjara masing-masingnya 1,5 tahun, sedangkan tuntuan dari Jaksa sebelumnya adalah lima dan enam tahun.
Dengan rincian terdakwa yakni Darmayanti selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dituntut dengan pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan, namun pengadilan menjatuhkan hukuman selama 1,5 tahun dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan.
Terdakwa kedua adalah Fandi Ahmad Putra selaku Pejabat Pembuat Teknis Kegiatan (PPTK) yang dituntut enam tahun dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan, pengadilan memvonisnya 1,5 tahun dan denda Rp50 juta subisder tiga bulan.
Ketiga adalah Direktur CV Putri Raffna Dewi bernama Putri Ratna Sari selaku rekanan yang dituntut hukuman lima tahun, denda Rp500 juta subsider tiga bulan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2,6 miliar subsider 2,5 tahun.
Pengadilan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun terhadap Putri Ratna Sari, denda Rp50 juta subsider tiga bulan, dan uang pengganti sebesar Rp246,2 juta subsider satu tahun penjara.
Keempat adalah Direktur CV Emir Darul Ehsan Dwi Putra bernama Andi Adam Putra yang dituntut hukuman lima tahun, denda Rp50 juta, dan uang pengganti sebesar Rp.1,7 miliar subsider 2,5 tahun.
Pengadilan memvonis yang bersangkutan dengan hukuman 1,5 tahun, denda Rp50 juta subsider tiga bulan, dan uang pengganti sebesar Rp305,1 juta subsider satu tahun.
Kelima adalah Direktur CV Adyatma atas nama Ardian Ika Adi Hartanto yang dituntut lima tahun penjara, denda Rp50 juta subsider tiga bulan, dan uang pengganti sebesar Rp1,1 miliar subsider 2,5 tahun penjara.
Pengadilan menjatuhkan hukuman kepadanya selama 1,5 tahun, denda Rp50 juta subsider tiga bulan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp206.092.160 subsider satu tahun penjara.
Terdakwa keenam adalah Direktur CV Lembah Gumanti atas nama Wikran, yang dituntut dengan hukuman lima tahun, denda Rp500 juta subsider tiga bulan, dan uang pengganti Rp1.877.488.655 subsider 2,5 tahun.
Pengadilan menjatuhkan hukuman penjara selama 1,5 tahun kepadanya, denda Rp50 juta subsider tiga bulan, uang pengganti Rp208.985.000 subsider satu tahun.
Lebih lanjut Asnawi mengatakan dalam upaya banding yang akan ditempuh pihaknya akan berusaha mengakomodir serta mempertahankan dakwaan.
"Mencoba memperjelas kembali dalam proses ada perbuatan melawan hukum serta penggelembungan harga (markup) sebagaimana dakwaan," tegasnya.
Asnawi juga menggaris bawahi bahwa hal yang tidak kalah penting dalam perkara pengadaan sapi bunting itu adalah sapi harus didatangkan dari luar daerah Sumbar.
Sebagaimana tujuan Pemerintah Provinsi Sumbar yang menganggarkan dana untuk pengadaan itu supaya populasi sapi di Sumbar terus berkembang, namun faktanya sapi yang didatangkan adalah sapi lokal lewat pengubahan kontrak (adendum) sehingga tidak sesuai tujuan awal.
[Redaktur: Amanda Zubehor]