WahanaNews-Sumbar | Guru besar IPB University, Prof Dwi Andreas Santosa mengimbau tren produksi padi nasional yang menurun pada fenomena alam La Nina dibandingkan dengan periode yang sama beberapa tahun lalu.
"Pada tahun 2020-2021 itu adalah La Nina, iklim kemarau basah, yang sepanjang sejarah dari data yang saya miliki selama 20 tahun terakhir ini, selama La Nina produksi padi pasti naik relatif tinggi," kata Dwi Andreas dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
Dia mencontohkan pada fenomena La Nina tahun 2007 hingga 2010 produksi padi Indonesia naik antara 5 sampai 6 persen.
Fenomena La Nina selanjutnya pada 2016 produksi padi kembali meningkat hingga 9,6 persen.
Sementara pada periode La Nina yang terjadi tahun 2020 dan 2021, produksi padi tidak meningkat dan cenderung stagnan atau bahkan menurun.
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
"Produksi padi nasional di dua tahun terakhir itu jauh dari harapan. Tahun 2020 itu produksi kita hanya meningkat 0,09 persen, tahun 2021 malah minus 0,42 persen. Ini sebenarnya bahaya bagi kita semua," kata Andreas.
Dia mengatakan apabila produksi padi dalam negeri kembali merosot pada tahun 2022 maka akan berdampak serius pada ketahanan pangan nasional lantaran beras merupakan komponen pangan yang teramat penting bagi masyarakat Indonesia.
Andreas berpendapat bahwa pengurangan jenis pupuk bersubsidi yang akan hanya menjadi urea dan NPK saja mulai semester dua 2022 akan berpengaruh pada produksi padi.